SEJARAH PERKEMBANGAN KONSTITUSI INDONESIA


Pendahuluan
Konstitusi adalah segala kententuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (Undang-Undang Dasar, dsb), atau Undang-Undang Dasar suatu Negara.[1] Para ahli hukum membedakan konstitusi dalam arti luas memuat konstitusi tertulis (Undang-Undang Dasar) dan kontitusi tidak tertulis (Konvensi Ketatanegaraan), dan arti sempit memuat konstitusi tertulis (Undang-Undang Daasar) saja.
Dalam artikel ini hanya membahas sejarrah konstitusi Indonesia dalam arti sempit atau konstitusi tertulis saja yaitu:
1.      Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
2.      Konstitusi RIS (27 Desember 1949–17 Agustus 1950)
3.      Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
4.      Berlakunya Kembali UUD Tahun 1945 (5 Juli 1959)
5.      UUD 1945 Pasca Reformasi/Amandemen (1999-Saat Ini)

Pembahasan
A.    Undang-Undang Dasar 1945
1.      Perumusan Undang-Undang Dasar
Perumusan undang-undang dasar diawali dengan pembentukan BPUPKI. Tujuan dibentuknya BPUPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Negara merdeka harus memenuhi unsur tertentu dan BPUPKI dibentuk untuk mempersiapkan pemenuhan unsur tersebut. Salah satu unsur yang harus dimiliki negara merdeka adalah unsur deklaratif. Unsur deklaratif terdiri atas beberapa hal antara lain memiliki tujuan negara, memiliki undang-undang dasar (konstitusi), pengakuan de jure dan de facto, serta menjadi anggota PBB (Sunarso, 2013: 13).
Unsur deklaratif lainnya di bahas dalam agenda sidang BPUPKI. Sidang BPUPKI akan membahas rumusan dasar negara dan rancangan undang-undang dasar. Pembahasan rancangan undang-undang dasar dilakukan pada sidang kedua BPUPKI. Sidang kedua BPUPKI dilaksanakan pada 10–16 Juli 1945.
Perumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan oleh panitia perancang undang-undang dasar. Pada 11 Juli 1945 Panitia Perancang Undang-Undang Dasar melanjutkan sidang dan menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.
1.      Membentuk Panitia Perancang ’’Declaration of Rights’’, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan Parada Harahap.
2.      Bentuk ’’Unitarisme’’.
3.      Kepala negara di tangan satu orang yaitu presiden.
4.      Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai Prof. Dr. Soepomo.
Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar yang telah dibentuk oleh panitia perancang undang-undang dasar, pada 13 Juli 1945 berhasil menyepakati beberapa hal antara lain lambang negara, negara kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa. Pada 13 Juli 1945 juga telah diputuskan hasil perumusan rancangan hukum dasar. Rancangan tersebut kemudian disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa. Persidangan kedua BPUPKI dilanjutkan pada tanggal 14 Juli 1945 untuk menerima laporan Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Laporan Panitia Perancang Undang-Undang Dasar disampaikan oleh Ir. Soekarno. Adapun hasil laporan yang disampaikan Ir. Soekarno meliputi tiga hal sebagai berikut.
1.      Pernyataan Indonesia merdeka.
2.      Pembukaan undang-undang dasar disepakati dari Piagam Jakarta.
3.      Undang-undang dasarnya sendiri (batang tubuhnya) yang berjumlah 42 pasal. Dari 42 pasal tersebut ada 5 pasal aturan peralihan dengan keadaan perang serta 1 pasal aturan tambahan.
Sidang kedua BPUPKI dilanjutkan dengan rapat besar tanggal 15 dan 16 Juli 1945. Pada tanggal 15 Juli 1945 agenda sidang adalah pembahasan lanjutan rancangan undang-undang dasar negara. Ir. Soekarno menyampaikan penjelasan tentang naskah rancangan undang-undang dasar dan mendapat tanggapan dari Moh. Hatta. Pada sidang kedua tanggal 16 Juli 1945 ketua BPUPKI memastikan bahwa semua anggota setuju dengan laporan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Selain itu, diterima usul-usul dari panitia keuangan dan panitia pembelaan tanah air. Dengan demikian, telah dicapai kesepakatan bersama atas rumusan rancangan undang-undang dasar Republik Indonesia.
2.      Pengesahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Setelah  BPUPKUI telah melaksansakan tugasnya maka dibubarkan padda tanggal 7 agustus 1945  dan bersamaan dibentuk lembaga baru yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Inkai). yang tersusun atas kepanitiaan:
           a.            Ketua : Ir. Soekarno
           b.            Wakil : Drs. Moh. Hatta
           c.            Penasihat : Mr. Ahmad Subardjo
          d.            Anggota : 21 anggota PPKI yang sudah ada, tanpa sepengetahuan Jepang anggota PPKI ditambah enam orang.
Dan bertugas melanjutkan tugas dari BPUPKI yaitu:
a.       Mengesahkan hukum dasar.
b.      Menetapkan presiden dan wakil presiden.
c.       Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat
Sidang pertama PPKI dilaksanakan pada 18 Agustus 1945. Ir. Soekarno sebagai ketua PPKI. PPKI berhasil mengesahkan rancangan undang-undang dasar hasil sidang BPUPKI menjadi hukum dasar negara yang disebut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945).
Pada saat pelaksanaan sidang, PPKI berhasil memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden. Selain itu, PPKI berhasil membentuk Komite Nasional. Komite Nasional tersebut bertugas membantu tugas Presiden sebelum MPR dan DPR terbentuk. Hal yang penting dipahami bahwa walaupun PPKI dibentuk pemerintah Jepang, bukan berarti panitia ini bersidang atas kekuatan Jepang. karena Jepang sudah menyerah terhadap sekutu yang artinya terjadi kekosongan keuasaan dan akhirnya di manfaatkan untuk kemerdekaan Indonesia.
Oleh karena itu, segala aktivitas PPKI bersifat mandiri bukan lagi di bawah kekuasaan pemerintah Jepang, melainkan atas nama bangsa Indonesia sendiri. Drs. Moh. Hatta juga menyatakan bahwa undang-undang dasar hasil karya BPUPKI sudah menjadi undang-undang dasar tetap yang rencananya akan digunakan untuk Indonesia merdeka hasil pemberian Jepang. Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 telah dilakukan perubahan terhadap undang-undang dasar hasil sidang BPUPKI. Perubahan undang-undang dasar hasil sidang BPUPKI dilakukan karena isi undang-undang dasar tersebut masih bernuansa Jepang. Contoh isi undang-undang dasar yang masih bernuansa Jepang terdapat pada bagian ketentuan peralihan pasal 37 ayat (1). Pada bagian ketentuan peralihan pasal 37 ayat (1) disebutkan ’’Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia dengan semufakat pemerintah bala tentara Dai Nippon mengatur dan menyelenggarakan kepindahan pemerintah kepada pemerintah Indonesia.” Demikian juga dalam pasal 38 disebutkan ’’Selama peperangan ini masih berlaku, tuntunan perang dan pembelaan negara langsung dipegang oleh bala tentara Dai Nippon dengan permufakatan dengan pemerintah Indonesia.’’
Makna perubahan ini bertujuan untuk memberikan pengertian  bahwa UUD 1945 murni merupakan karya bangsa Indonesia yang dibuat oleh BPUPKI dan disahkan oleh PPKI dengan rancangan yang disusun terdiri atas 42 pasal termasuk lima pasal peralihan dan satu pasal aturan tambahan, namun dalam pasal tersebut belum ada yang mengatur mengenai perubahan konstitusi tapi dalam sidang rapat PPKI tetap ada pembahasan dan usulan untuk mengatur tentang perubahan konstitusi.
Undang-Undang Dasar 1945 hasil perubahan dari PPKI disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan mulai berlaku sebagai hukum dasar dalam ketatanegaraan Indonesia. UUD Tahun 1945 yang berlaku pada periode 18 Agustus 1945–27 Desember 1949 terdiri atas tiga bagian, yaitu pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan. Batang tubuh dalam UUD Tahun 1945 terdiri atas 16 bab yang terbagi dalam 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan. Batang tubuh UUD Tahun 1945 merupakan penjabaran lebih lanjut dari bagian pembukaan. Dalam batang tubuh diatur mengenai lembaga-lembaga negara, pelaksanaan kekuasaan lembaga negara, dan hak-hak warga negara.[2]
Lembaga negara menurut UUD Tahun 1945 terdiri atas MPR sebagai lembaga tertinggi serta lembaga tinggi negara, yaitu DPR, BPK, Presiden, DPA, dan MA. Setelah kemerdekaan UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan  dengan sempurna karena masih dalam keadaan perang dan berusaha mempertahankan kemerdekaan. dan juga organ-organ pelaksana pemerintahan belum terbentuk sempurna untuk menjalankan sistem pemerintahan secara kukuh, dengan bentuk Negara Indonesia sesuai UUD 1945  yaitu kesatuan berbentuk republik. Sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan presidensial. Presiden bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan. Presiden sebagai mandataris MPR dan bertanggung jawab kepada MPR.
Sejak 18 Agustus–16 Oktober 1945 hanya terdapat Presiden, Wakil Presiden, menteri, serta KNIP (Komisi Nasional Indonesia Pusat). Kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dijalankan oleh Presiden dibantu KNIP hingga tanggal 16 Oktober 1945
B.     Konstitusi RIS
Hasil Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus–2 November 1949 membawa pengaruh sangat besar dalam sistem pemerintahan Indonesia. Diantaranya perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian konstitusi negara. Oleh karena itu, sejak 27 Desember 1949 mulai berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Perubahan bentuk Negara ini melahirkan konstitusi  yang baru konstitusi RIS bagi Indonesia. Naskah konstitusi RIS disusun oleh delegasi Indonesia dan delegasi BFO (Bijeekomst voor Federal Overleg) dalam KMB. Sistematika Konstitusi RIS terdiri atas mukadimah dan batang tubuh. Konstitusi RIS bersifat sementara sebagaimana dijelaskan dalam pasal 186 Konstitusi RIS bahwa konstituante (sidang pembuat konstitusi) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan konstitusi Republik Indonesia Serikat yang menggantikan konstitusi sementara ini. sifat sementara ini karena KRIS ini dirasa belum representative karena dibuat dalam keadaan tergesa-gesa hanya  uuntuk memenuhi kebutuhan pembentukan negara serikat/federasi.
Berdasarkan Konstitusi RIS sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem pemerintahan parlementer, yaitu kabinet bertanggung jawab kepada DPR sehingga DPR dapat membubarkan kabinet. Kekuasaan negara terbagi dalam enam lembaga negara, yaitu Presiden, menteri-menteri, senat, DPR, Mahkamah Agung Indonesia, dan Dewan Pengawas Keuangan.
Sejak terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat berdasarkan Konstitusi RIS, banyak rakyat Indonesia yang melakukan perlawanan dan menentang susunan negara federalistik yang memecah wilayah Indonesia menjadi beberapa negara bagian. Adanya banyak pertentangan tersebut menjadi salah satu penyebab runtuhnya Republik Indonesia Serikat dengan konstitusi RIS.
Rakyat Indonesia menginginkan susunan negara yang unitaris/kesatuan Rakyat dari berbagai daerah yang memiliki kesamaan pemikiran menggabungkan diri dengan negara Republik Indonesia. Penggabungan daerah tersebut mengakibatkan negara Republik Indonesia Serikat terdiri atas negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur, dan negara Sumatra Timur.
Atas kejadian tersebut diadakan permusyawaratan yang menghasilkan kesepakatan untuk bersama-sama melaksanakan pemerintahan dalam negara kesatuan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah undang-undang dasar sementara untuk mengubah konstitusi RIS..
C.     Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950
Akibat banyaknya  tuntutan berbagai kalangan merubah bentuk Negara federal kembali mejadi bentuuk Negara kesatuan\unitaris Dilakukan musyawarah antara negara Republik Indonesia Serikat dan negara Republik Indonesia untuk bersama-sama melaksanakan negara kesatuan berdasarkan proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia resmi kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) sebagai konstitusinya. UUDS sebagai konstitusi Negara Indonesia berlaku dalam kurun waktu 17 Agustus 1950–5 Juli 1959.
UUDS terdiri atas mukadimah dan batang tubuh. Mukadimah UUDS terdiri atas empat alinea dan batang tubuh UUDS terdiri atas 6 bab, 146 pasal, dan 1 pasal penutup. UUDS 1950 merupakan undang-undang dasar bersifat sementara untuk melengkapi pergantian struktur pemerintahan sebagai negara kesatuan. Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 134 UUDS 1950 bahwa konstituante (sidang pembuat undang-undang dasar) bersama-sama pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan undang-undang dasar sementara ini.[3]
Pada waktu UUDS 1950 berlaku penyelenggaraan pemerintahan negara menganut sistem pemerintahan parlementer. Berlakunya UUDS mengakibatkan bentuk negara Indonesia berubah dari negara serikat/federasi menjadi negara kesatuan. Alat-alat kelengkapan negara berdasarkan UUDS 1950 terdiri atas presiden dan wakil presiden, menteri, DPR. Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas Keuangan.
Pada masa UUDS 1950 berlaku pemertintahan tidak stabil karena adaya gejolak politik dalam parlemen disebabkan banyakya banyak tarik ulur kepentingan partai politik akibat dari sistem multipartai mengakibatkan cabinet bergoonta-ganti tercatat ada 7 kali pergantian kabinet dengan kabinet terakhir yaitu kabinet Djuanda yang selanjutnya menyerahkan kembali mandat kepada presiden Sokarno dan membubarkan Konstituante karena tidak berhasil merumuskan UUD yang  baru.

D.    Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Dekret Presiden 5 Juli 1959 merupakan ketukan palu bagi berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dalam Dekret Presiden tersebut memuat tiga hal sebagai berikut.
1.    Pembubaran Konstituante.
2.    Berlakunya kembali UUD Tahun 1945.
3.    Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara. Dengan dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959, negara Indonesia memiliki kekuatan hukum untuk menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia dari ancaman perpecahan. Sebagai tindak lanjut Dekret Presiden 5 Juli 1959 dibentuk beberapa lembaga negara, baik Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).
Setelah diumumkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945, resminya UUD 1945 nerlaku kembali menggantikan UUDS 1950 dan priode ini dikenal dengan demokrasi terpimpin yang dimana mengalami penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan UUD  1945 dintarannya.
1.    Presiden mengangkat ketua, wakil ketua, dan anggota MPRS.
2.    Presiden menjadi ketua DPA dan mengangkat wakil ketua DPA.
3.    Presiden membubarkan DPR.
4.    Sentralisasi kekuasaan.
5.    MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
Selanjutnya pada tanggal  11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan surat perinttah sebelas maret yang selanjutnya dikenal dengan “Supersemar” yang isinya antara lain pemberian wewenang dari Soekarno kepada Soeharto untuk mengatasi persoalan keamanan dan ketertiban masyarakat pasca G 30 S/PKI. Proses peralihan kekuasaan tersebut menempatkan Jenderal Soeharto sebagai tokoh utama dan lahirlah masa Orde Baru. Istilah Orde Baru diigunakan untuk membedakan pemerintahan Soekarno (Orde Lama) dan Soeharto  (Orde Baru), Orde Baru lahir sebagai upaya untuk hal-hal berikut.
  1. Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pemerintah Orde Lama.
  2. Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.
  3. Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
  4. Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
Dimasa  Orba ini juga UUD 1945 dijadikan sebagai hal yang sakral dan sangat  bersifat “Rigid” yang diantaranya diatur dalam peraturan.
1.    Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.
2.    Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
3.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.
Namun masa pemerintahan Orde Baru juga tidak luput dari berbagai penyimpangan. Salah satu penyimpangan yang memicu reformasi adalah kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, beberapa pasal dalam UUD Tahun 1945 bermakna ganda sehingga diselewengkan oleh oknum tertentu. Berbagai penyimpangan tersebut mendorong masyarakat Indonesia mengajukan tuntutan reformasi. Salah tuntutan reformasi yaitu dilakukannya amendemen terhadap UUD 1945.
E.     UUD 1945 Pasca Reformasi/amandemen
Akibat dari tuntutan rakyat menginginkan reformasi dan amandemen UUD 1945 akhirnya MPR selaku lembaga yang berhak dan berwenag melakukan perubahan terhadap UUD 1945 melakukan perubahan sebanyak empat kali dimana lebih dari lima puluh persen pasal-pasal dalam batang tubuh diamendemen oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Diantaranya pada perubahan pertama (1999) diubahanya  lima belas diktum, perubahan kedua (2000) diubahnya lima puluh Sembilan diktim, perubahan ketiga (2001) diubahnya enam puluh delapan diktum, dan perubahan keempat (2002) diubahnya dua puluh Sembilan diktum.
MPR mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945 menggunakan sistem adendum. Dengan menggunakan sistem adendum, Undang-Undang Dasar 1945 hasil amendemen masih memuat beberapa pasal dari naskah asli. Mekanisme perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dapat dilihat dari pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amendemen. Sebagai bahan perbandingan dapat dilihat perbedaan isi pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 hasil amendemen. Walaupun perbedaan isi klausul pasal 37 tidak terlalu signifikan, cukup memberikan gambaran dengan jelas proses amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal 37 hasil amendemen proses amendemen lebih terperinci dibandingkan dengan pasal 37 sebelum amendemen.
Sebelum Perubahan
Pasal 37
(1)     Untuk mengubah undang-undang dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
(2)     Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir.
Sesudah Perubahan
Pasal 37
(1)     Usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2)     Setiap usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3)     Untuk mengubah pasal-pasal undang-undang dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4)     Putusan untuk mengubah pasal-pasal undang-undang dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(5)     Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Dalam amandemen  UUD 1945  juga menghapus dan menambahkan beberapa lembaga Negara yang baru diantara Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Konstitusi, Komisi  Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, dan Bank Sentral, sedangkan Dewan Pertimbangan Agung dihapus
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) merupakan hukum dasar negara Indonesia. Hukum dasar negara mengandung pengertian bahwa UUD NRI 1945 merupakan ketentuan dasar bagi pelaksanaan sistem pengelolaan negara. Oleh karena itu, ketentuan dalam UUD NRI Tahun 1945 harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Indonesia merupakan negara hukum. Ketentuan tersebut terimplementasi dalam pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum tidak sekadar memiliki undang-undang dasar, tetapi yang terpenting adalah mampu mengimplementasikan materi undang-undang dasar dalam kehidupan sehari-hari. Rakyat dan pemerintah memiliki kewajiban moral menjalankan materi undang-undang dasar dalam berbagai aspek kehidupan antara lain pengelolaan pemerintahan dan lingkungan masyarakat. Isi muatan UUD NRI Tahun 1945 memberikan arahan kepada seluruh warga Negara



[1] Dahlan Thaib dkk, Teori dan Hukum Konstitusi Edisi Revisi, cet 2 PT. Raja Grafindo: Jakarta. h 1.
[2] Khilya Fa’izia. Konstitusi Neagara Republik Indonesia. (Klaten: Cempaka Putih) . 2019. h.  3
[3] Ibid. h. 9

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendapatan dan Pengeluaran Negara

Pemerintahan Desa dan Otonomi Desa

Landasan Hukum Pelaksanaan Pemerintah Daerah