SEJARAH PERKEMBANGAN KONSTITUSI INDONESIA
Pendahuluan
Konstitusi adalah segala kententuan dan aturan mengenai
ketatanegaraan (Undang-Undang Dasar, dsb), atau Undang-Undang Dasar suatu
Negara.[1]
Para ahli hukum membedakan konstitusi dalam arti luas memuat konstitusi
tertulis (Undang-Undang Dasar) dan kontitusi tidak tertulis (Konvensi
Ketatanegaraan), dan arti sempit memuat konstitusi tertulis (Undang-Undang
Daasar) saja.
Dalam artikel ini hanya membahas sejarrah konstitusi Indonesia
dalam arti sempit atau konstitusi tertulis saja yaitu:
1.
Undang-Undang
Dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
2.
Konstitusi
RIS (27 Desember 1949–17 Agustus 1950)
3.
Undang-Undang
Dasar Sementara Tahun 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
4.
Berlakunya
Kembali UUD Tahun 1945 (5 Juli 1959)
5.
UUD
1945 Pasca Reformasi/Amandemen (1999-Saat Ini)
Pembahasan
A.
Undang-Undang
Dasar 1945
1.
Perumusan
Undang-Undang Dasar
Perumusan undang-undang dasar diawali
dengan pembentukan BPUPKI. Tujuan dibentuknya BPUPKI untuk mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia. Negara merdeka harus memenuhi unsur tertentu dan BPUPKI
dibentuk untuk mempersiapkan pemenuhan unsur tersebut. Salah satu unsur yang
harus dimiliki negara merdeka adalah unsur deklaratif. Unsur deklaratif terdiri
atas beberapa hal antara lain memiliki tujuan negara, memiliki undang-undang
dasar (konstitusi), pengakuan de jure dan de facto, serta menjadi
anggota PBB (Sunarso, 2013: 13).
Unsur deklaratif lainnya di bahas dalam agenda
sidang BPUPKI. Sidang BPUPKI akan membahas rumusan dasar negara dan rancangan
undang-undang dasar. Pembahasan rancangan undang-undang dasar dilakukan pada
sidang kedua BPUPKI. Sidang kedua BPUPKI dilaksanakan pada 10–16 Juli 1945.
Perumusan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan oleh panitia
perancang undang-undang dasar. Pada 11 Juli 1945 Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar melanjutkan sidang dan menghasilkan kesepakatan sebagai
berikut.
1. Membentuk Panitia
Perancang ’’Declaration of Rights’’, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan
Parada Harahap.
2. Bentuk
’’Unitarisme’’.
3. Kepala negara di
tangan satu orang yaitu presiden.
4. Membentuk Panitia
Kecil Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai Prof. Dr. Soepomo.
Panitia Kecil
Perancang Undang-Undang Dasar yang telah dibentuk oleh panitia perancang
undang-undang dasar, pada 13 Juli 1945 berhasil menyepakati beberapa hal antara
lain lambang negara, negara kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat,
dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa. Pada 13 Juli 1945 juga telah diputuskan
hasil perumusan rancangan hukum dasar. Rancangan tersebut kemudian
disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa. Persidangan kedua BPUPKI
dilanjutkan pada tanggal 14 Juli 1945 untuk menerima laporan Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar. Laporan Panitia Perancang Undang-Undang Dasar disampaikan
oleh Ir. Soekarno. Adapun hasil laporan yang disampaikan Ir. Soekarno meliputi
tiga hal sebagai berikut.
1. Pernyataan Indonesia
merdeka.
2. Pembukaan
undang-undang dasar disepakati dari Piagam Jakarta.
3. Undang-undang
dasarnya sendiri (batang tubuhnya) yang berjumlah 42 pasal. Dari 42 pasal
tersebut ada 5 pasal aturan peralihan dengan keadaan perang serta 1 pasal
aturan tambahan.
Sidang kedua BPUPKI
dilanjutkan dengan rapat besar tanggal 15 dan 16 Juli 1945. Pada tanggal 15
Juli 1945 agenda sidang adalah pembahasan lanjutan rancangan undang-undang
dasar negara. Ir. Soekarno menyampaikan penjelasan tentang naskah rancangan
undang-undang dasar dan mendapat tanggapan dari Moh. Hatta. Pada sidang kedua
tanggal 16 Juli 1945 ketua BPUPKI memastikan bahwa semua anggota setuju dengan
laporan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Selain itu, diterima
usul-usul dari panitia keuangan dan panitia pembelaan tanah air. Dengan
demikian, telah dicapai kesepakatan bersama atas rumusan rancangan undang-undang
dasar Republik Indonesia.
2.
Pengesahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Setelah BPUPKUI telah melaksansakan tugasnya maka
dibubarkan padda tanggal 7 agustus 1945
dan bersamaan dibentuk lembaga baru yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (Dokuritsu Junbi Inkai). yang tersusun atas kepanitiaan:
a.
Ketua : Ir. Soekarno
b.
Wakil : Drs. Moh. Hatta
c.
Penasihat : Mr. Ahmad Subardjo
d.
Anggota : 21 anggota PPKI yang sudah ada,
tanpa sepengetahuan Jepang anggota PPKI ditambah enam orang.
Dan bertugas melanjutkan
tugas dari BPUPKI yaitu:
a. Mengesahkan hukum
dasar.
b. Menetapkan presiden
dan wakil presiden.
c. Membentuk Komite
Nasional Indonesia Pusat
Sidang pertama PPKI
dilaksanakan pada 18 Agustus 1945. Ir. Soekarno sebagai ketua PPKI. PPKI berhasil
mengesahkan rancangan undang-undang dasar hasil sidang BPUPKI menjadi hukum
dasar negara yang disebut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI Tahun 1945).
Pada saat
pelaksanaan sidang, PPKI berhasil memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan
Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden. Selain itu, PPKI berhasil membentuk
Komite Nasional. Komite Nasional tersebut bertugas membantu tugas Presiden
sebelum MPR dan DPR terbentuk. Hal yang penting dipahami bahwa walaupun PPKI
dibentuk pemerintah Jepang, bukan berarti panitia ini bersidang atas kekuatan
Jepang. karena Jepang sudah menyerah terhadap sekutu yang artinya terjadi
kekosongan keuasaan dan akhirnya di manfaatkan untuk kemerdekaan Indonesia.
Oleh karena itu,
segala aktivitas PPKI bersifat mandiri bukan lagi di bawah kekuasaan pemerintah
Jepang, melainkan atas nama bangsa Indonesia sendiri. Drs. Moh. Hatta juga
menyatakan bahwa undang-undang dasar hasil karya BPUPKI sudah menjadi
undang-undang dasar tetap yang rencananya akan digunakan untuk Indonesia merdeka
hasil pemberian Jepang. Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 telah
dilakukan perubahan terhadap undang-undang dasar hasil sidang BPUPKI. Perubahan
undang-undang dasar hasil sidang BPUPKI dilakukan karena isi undang-undang
dasar tersebut masih bernuansa Jepang. Contoh isi undang-undang dasar yang
masih bernuansa Jepang terdapat pada bagian ketentuan peralihan pasal 37 ayat
(1). Pada bagian ketentuan peralihan pasal 37 ayat (1) disebutkan ’’Badan
Persiapan Kemerdekaan Indonesia dengan semufakat pemerintah bala tentara Dai
Nippon mengatur dan menyelenggarakan kepindahan pemerintah kepada pemerintah
Indonesia.” Demikian juga dalam pasal 38 disebutkan ’’Selama peperangan ini
masih berlaku, tuntunan perang dan pembelaan negara langsung dipegang oleh bala
tentara Dai Nippon dengan permufakatan dengan pemerintah Indonesia.’’
Makna perubahan ini
bertujuan untuk memberikan pengertian
bahwa UUD 1945 murni merupakan karya bangsa Indonesia yang dibuat oleh
BPUPKI dan disahkan oleh PPKI dengan rancangan yang disusun terdiri atas 42
pasal termasuk lima pasal peralihan dan satu pasal aturan tambahan, namun dalam
pasal tersebut belum ada yang mengatur mengenai perubahan konstitusi tapi dalam
sidang rapat PPKI tetap ada pembahasan dan usulan untuk mengatur tentang perubahan
konstitusi.
Undang-Undang Dasar
1945 hasil perubahan dari PPKI disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan mulai
berlaku sebagai hukum dasar dalam ketatanegaraan Indonesia. UUD Tahun 1945 yang
berlaku pada periode 18 Agustus 1945–27 Desember 1949 terdiri atas tiga bagian,
yaitu pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan. Batang tubuh dalam UUD Tahun
1945 terdiri atas 16 bab yang terbagi dalam 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan,
dan 2 ayat aturan tambahan. Batang tubuh UUD Tahun 1945 merupakan penjabaran
lebih lanjut dari bagian pembukaan. Dalam batang tubuh diatur mengenai
lembaga-lembaga negara, pelaksanaan kekuasaan lembaga negara, dan hak-hak warga
negara.[2]
Lembaga negara menurut
UUD Tahun 1945 terdiri atas MPR sebagai lembaga tertinggi serta lembaga tinggi
negara, yaitu DPR, BPK, Presiden, DPA, dan MA. Setelah kemerdekaan UUD 1945
tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna
karena masih dalam keadaan perang dan berusaha mempertahankan kemerdekaan. dan
juga organ-organ pelaksana pemerintahan belum terbentuk sempurna untuk
menjalankan sistem pemerintahan secara kukuh, dengan bentuk Negara Indonesia
sesuai UUD 1945 yaitu kesatuan berbentuk
republik. Sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan
presidensial. Presiden bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan.
Presiden sebagai mandataris MPR dan bertanggung jawab kepada MPR.
Sejak 18 Agustus–16
Oktober 1945 hanya terdapat Presiden, Wakil Presiden, menteri, serta KNIP
(Komisi Nasional Indonesia Pusat). Kekuasaan eksekutif, legislatif, dan
yudikatif dijalankan oleh Presiden dibantu KNIP hingga tanggal 16 Oktober 1945
B.
Konstitusi
RIS
Hasil Konfrensi
Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus–2 November 1949 membawa
pengaruh sangat besar dalam sistem pemerintahan Indonesia. Diantaranya
perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat
mengharuskan adanya penggantian konstitusi negara. Oleh karena itu, sejak 27
Desember 1949 mulai berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Perubahan bentuk Negara ini melahirkan konstitusi yang baru konstitusi RIS bagi Indonesia.
Naskah konstitusi RIS disusun oleh delegasi Indonesia dan delegasi BFO
(Bijeekomst voor Federal Overleg) dalam KMB. Sistematika Konstitusi RIS terdiri
atas mukadimah dan batang tubuh. Konstitusi RIS bersifat sementara sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 186 Konstitusi RIS bahwa konstituante (sidang pembuat
konstitusi) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan konstitusi
Republik Indonesia Serikat yang menggantikan konstitusi sementara ini. sifat
sementara ini karena KRIS ini dirasa belum representative karena dibuat dalam
keadaan tergesa-gesa hanya uuntuk
memenuhi kebutuhan pembentukan negara serikat/federasi.
Berdasarkan
Konstitusi RIS sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem pemerintahan
parlementer, yaitu kabinet bertanggung jawab kepada DPR sehingga DPR dapat
membubarkan kabinet. Kekuasaan negara terbagi dalam enam lembaga negara, yaitu
Presiden, menteri-menteri, senat, DPR, Mahkamah Agung Indonesia, dan Dewan
Pengawas Keuangan.
Sejak terbentuknya
negara Republik Indonesia Serikat berdasarkan Konstitusi RIS, banyak rakyat
Indonesia yang melakukan perlawanan dan menentang susunan negara federalistik
yang memecah wilayah Indonesia menjadi beberapa negara bagian. Adanya banyak
pertentangan tersebut menjadi salah satu penyebab runtuhnya Republik Indonesia
Serikat dengan konstitusi RIS.
Rakyat Indonesia
menginginkan susunan negara yang unitaris/kesatuan Rakyat dari berbagai
daerah yang memiliki kesamaan pemikiran menggabungkan diri dengan negara
Republik Indonesia. Penggabungan daerah tersebut mengakibatkan negara Republik
Indonesia Serikat terdiri atas negara Republik Indonesia, negara Indonesia
Timur, dan negara Sumatra Timur.
Atas kejadian
tersebut diadakan permusyawaratan yang menghasilkan kesepakatan untuk
bersama-sama melaksanakan pemerintahan dalam negara kesatuan. Oleh karena itu,
diperlukan sebuah undang-undang dasar sementara untuk mengubah konstitusi RIS..
C.
Undang-Undang
Dasar Sementara Tahun 1950
Akibat banyaknya tuntutan berbagai kalangan merubah bentuk Negara federal kembali mejadi bentuuk Negara
kesatuan\unitaris Dilakukan musyawarah antara negara Republik Indonesia Serikat
dan negara Republik Indonesia untuk bersama-sama melaksanakan negara kesatuan
berdasarkan proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia
resmi kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS) sebagai konstitusinya. UUDS sebagai konstitusi Negara
Indonesia berlaku dalam kurun waktu 17 Agustus 1950–5 Juli 1959.
UUDS terdiri atas mukadimah dan batang tubuh. Mukadimah UUDS terdiri
atas empat alinea dan batang tubuh UUDS terdiri atas 6 bab, 146 pasal, dan 1
pasal penutup. UUDS 1950 merupakan undang-undang dasar bersifat sementara untuk
melengkapi pergantian struktur pemerintahan sebagai negara kesatuan. Hal
tersebut ditegaskan dalam pasal 134 UUDS 1950 bahwa konstituante (sidang
pembuat undang-undang dasar) bersama-sama pemerintah selekas-lekasnya
menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan undang-undang dasar
sementara ini.[3]
Pada waktu UUDS 1950 berlaku penyelenggaraan pemerintahan negara
menganut sistem pemerintahan parlementer. Berlakunya UUDS mengakibatkan bentuk
negara Indonesia berubah dari negara serikat/federasi menjadi negara kesatuan.
Alat-alat kelengkapan negara berdasarkan UUDS 1950 terdiri atas presiden dan wakil
presiden, menteri, DPR. Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas Keuangan.
Pada
masa UUDS 1950 berlaku pemertintahan tidak stabil karena adaya gejolak politik
dalam parlemen disebabkan banyakya banyak tarik ulur kepentingan partai politik
akibat dari sistem multipartai mengakibatkan cabinet bergoonta-ganti tercatat
ada 7 kali pergantian kabinet dengan kabinet terakhir yaitu kabinet Djuanda yang selanjutnya menyerahkan kembali mandat
kepada presiden Sokarno dan membubarkan Konstituante karena tidak berhasil merumuskan
UUD yang baru.
D.
Undang-Undang
Dasar Tahun 1945
Dekret Presiden 5 Juli 1959 merupakan ketukan palu bagi berlakunya
kembali UUD Tahun 1945. Dalam Dekret Presiden tersebut memuat tiga hal sebagai
berikut.
1. Pembubaran Konstituante.
2. Berlakunya kembali UUD Tahun 1945.
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara dan Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara. Dengan
dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959, negara Indonesia memiliki kekuatan
hukum untuk menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia dari ancaman perpecahan.
Sebagai tindak lanjut Dekret Presiden 5 Juli 1959 dibentuk beberapa lembaga
negara, baik Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Gotong
Royong (DPR-GR).
Setelah diumumkannya Dekret
Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945, resminya UUD 1945 nerlaku kembali menggantikan
UUDS 1950 dan priode ini dikenal dengan demokrasi terpimpin yang dimana
mengalami penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan UUD 1945 dintarannya.
1. Presiden
mengangkat ketua, wakil ketua, dan anggota MPRS.
2. Presiden
menjadi ketua DPA dan mengangkat wakil ketua DPA.
3. Presiden
membubarkan DPR.
4. Sentralisasi
kekuasaan.
5. MPRS
menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
Selanjutnya pada tanggal 11 Maret
1966 Presiden Soekarno mengeluarkan surat perinttah sebelas maret yang
selanjutnya dikenal dengan “Supersemar” yang isinya antara lain
pemberian wewenang dari Soekarno kepada Soeharto untuk mengatasi persoalan
keamanan dan ketertiban masyarakat pasca G 30 S/PKI. Proses peralihan kekuasaan
tersebut menempatkan Jenderal Soeharto sebagai tokoh utama dan lahirlah masa
Orde Baru. Istilah Orde Baru diigunakan untuk membedakan
pemerintahan Soekarno (Orde Lama) dan Soeharto
(Orde Baru), Orde Baru lahir sebagai upaya untuk hal-hal berikut.
- Mengoreksi
total penyimpangan yang dilakukan pemerintah Orde Lama.
- Penataan
kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.
- Melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
- Menyusun
kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.
Dimasa Orba ini juga UUD 1945
dijadikan sebagai hal yang sakral dan sangat
bersifat “Rigid” yang diantaranya diatur dalam peraturan.
1. Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang
menyatakan bahwa MPR berketetapan mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak
akan melakukan perubahan terhadapnya.
2. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang
Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD
1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang
Referendum, yang merupakan pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.
Namun masa
pemerintahan Orde Baru juga tidak luput dari berbagai penyimpangan. Salah satu
penyimpangan yang memicu reformasi adalah kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Selain itu, beberapa pasal dalam UUD Tahun 1945 bermakna ganda sehingga
diselewengkan oleh oknum tertentu. Berbagai penyimpangan tersebut mendorong
masyarakat Indonesia mengajukan tuntutan reformasi. Salah tuntutan reformasi
yaitu dilakukannya amendemen terhadap UUD 1945.
E.
UUD
1945 Pasca Reformasi/amandemen
Akibat dari tuntutan
rakyat menginginkan reformasi dan amandemen UUD 1945 akhirnya MPR selaku
lembaga yang berhak dan berwenag melakukan perubahan terhadap UUD 1945
melakukan perubahan sebanyak empat kali dimana lebih dari lima puluh persen
pasal-pasal dalam batang tubuh diamendemen oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR). Diantaranya pada perubahan pertama (1999) diubahanya lima belas diktum, perubahan kedua (2000)
diubahnya lima puluh Sembilan diktim, perubahan ketiga (2001) diubahnya enam
puluh delapan diktum, dan perubahan keempat (2002) diubahnya dua puluh Sembilan
diktum.
MPR mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945 menggunakan sistem
adendum. Dengan menggunakan sistem adendum, Undang-Undang Dasar 1945 hasil
amendemen masih memuat beberapa pasal dari naskah asli. Mekanisme perubahan Undang-Undang
Dasar 1945 dapat dilihat dari pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 sebelum
amendemen. Sebagai bahan perbandingan dapat dilihat perbedaan isi pasal 37
Undang-Undang Dasar 1945 hasil amendemen. Walaupun perbedaan isi klausul pasal
37 tidak terlalu signifikan, cukup memberikan gambaran dengan jelas proses
amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal 37 hasil amendemen proses
amendemen lebih terperinci dibandingkan dengan pasal 37 sebelum amendemen.
Sebelum Perubahan
Pasal 37
(1) Untuk mengubah undang-undang dasar
sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat
harus hadir.
(2) Putusan diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir.
Sesudah Perubahan
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal undang-undang
dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila
diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal
undang-undang dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas
bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal undang-undang
dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal
undang-undang dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh
persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Dalam amandemen UUD 1945
juga menghapus dan menambahkan beberapa lembaga Negara yang baru
diantara Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah
Konstitusi, Komisi Yudisial, Komisi
Pemilihan Umum, dan Bank Sentral, sedangkan Dewan Pertimbangan Agung dihapus
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) merupakan hukum dasar
negara Indonesia. Hukum dasar negara mengandung pengertian bahwa UUD NRI 1945
merupakan ketentuan dasar bagi pelaksanaan sistem pengelolaan negara. Oleh
karena itu, ketentuan dalam UUD NRI Tahun 1945 harus diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Indonesia merupakan
negara hukum. Ketentuan tersebut terimplementasi dalam pasal 1 ayat (3) UUD NRI
Tahun 1945. Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum tidak sekadar
memiliki undang-undang dasar, tetapi yang terpenting adalah mampu
mengimplementasikan materi undang-undang dasar dalam kehidupan sehari-hari.
Rakyat dan pemerintah memiliki kewajiban moral menjalankan materi undang-undang
dasar dalam berbagai aspek kehidupan antara lain pengelolaan pemerintahan dan
lingkungan masyarakat. Isi muatan UUD NRI Tahun 1945 memberikan arahan kepada
seluruh warga Negara
[1]
Dahlan Thaib dkk, Teori dan Hukum Konstitusi Edisi Revisi, cet 2 PT. Raja
Grafindo: Jakarta. h 1.
[2]
Khilya Fa’izia. Konstitusi Neagara Republik Indonesia. (Klaten: Cempaka Putih)
. 2019. h. 3
[3]
Ibid. h. 9
Komentar
Posting Komentar