PERKEMBANGAN KONSTITUSI INDONESIA
PERKEMBANGAN KONSTITUSI INDONESIA
Sejarah mencatat, dalam perjalanannya konstitusi Indonesia pernah berubah dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Konstitusi RIS, UUDS, dan kembali lagi ke Undang-Undang Dasar Tahun 1945 hingga proses amandemen. Berikut perjalanan konstitusi Indonesia dari awal kemerdekaan hingga sekarang.
1. Masa Berlakunya Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (18 Agustus 1945–27 Desember 1949)
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang telah disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 mulai berlaku dan menjadi hukum dasar dalam penyelenggaraan ketatanegaraan Republik Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan, terjadi banyak gejolak dalam kehidupan pemerintahan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi negara tidak dapat berjalan secara maksimal. UUD Tahun 1945 hasil sidang PPKI hanya berlaku dalam kurun waktu 18 Agustus 1945–27 Desember 1949.
UUD Tahun 1945 yang berlaku pada periode 18 Agustus 1945–27 Desember 1949 terdiri atas tiga bagian, yaitu pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan. Batang tubuh dalam UUD Tahun 1945 terdiri atas 16 bab yang terbagi dalam 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan. Batang tubuh UUD Tahun 1945 merupakan penjabaran lebih lanjut dari bagian pembukaan. Dalam batang tubuh diatur mengenai lembaga-lembaga negara, pelaksanaan kekuasaan lembaga negara, dan hak-hak warga negara.
Lembaga negara menurut UUD Tahun 1945 terdiri atas MPR sebagai lembaga tertinggi serta lembaga tinggi negara, yaitu DPR, BPK, Presiden, DPA, dan MA. Setelah kemerdekaan hingga akhir tahun 1949, UUD Tahun 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena bangsa Indonesia masih berjuang mempertahankan kemerdekaan. Selain itu, sistem pemerintahan dan organ-organ pelaksana pemerintahan belum terbentuk sempurna untuk menjalankan roda pemerintahan secara kukuh. Bentuk negara Indonesia sesuai UUD Tahun 1945 adalah negara kesatuan berbentuk republik. Sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan presidensial. Presiden bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan. Presiden sebagai mandataris MPR dan bertanggung jawab kepada MPR.
Berlakunya UUD Tahun 1945 pada periode 18 Agustus 1945–27 Desember 1949 telah terjadi perubahan praktik ketatanegaraan dalam pemerintahan negara Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan negara pada kenyataannya tidak sesuai ketentuan dalam UUD Tahun 1945 sebagai hukum dasar yang mengatur struktur ketatanegaraan Indonesia. Menurut UUD NRI Tahun 1945 kekuasaan negara dijalankan oleh MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, dan MA. Akan tetapi, pembagian kekuasaan negara tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya karena belum terbentuk lembaga-lembaga negara sesuai ketentuan dalam UUD Tahun 1945.
Sejak 18 Agustus–16 Oktober 1945 hanya terdapat Presiden, Wakil Presiden, menteri, serta KNIP. Kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dijalankan oleh Presiden dibantu KNIP hingga tanggal 16 Oktober 1945.
2. Masa Berlakunya Konstitusi RIS (23 Agustus–2 November 1949)
Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus–2 November 1949 membawa pengaruh sangat besar dalam sistem pemerintahan Indonesia. Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian konstitusi negara. Oleh karena itu, sejak 27 Desember 1949 mulai berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS).
Perubahan bentuk negara menjadi negara serikat melahirkan konstitusi RIS bagi Indonesia. Naskah konstitusi RIS disusun oleh delegasi Indonesia dan delegasi BFO dalam KMB. Sistematika Konstitusi RIS terdiri atas mukadimah dan batang tubuh. Konstitusi RIS bersifat sementara sebagaimana dijelaskan dalam pasal 186 Konstitusi RIS bahwa konstituante (sidang pembuat konstitusi) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan konstitusi Republik Indonesia Serikat yang menggantikan konstitusi sementara ini. Sifat sementara dalam konstitusi RIS karena pembentuk undang-undang merasa belum representatif untuk menetapkan undang-undang dasar. Selain itu, pembuatan konstitusi RIS dilakukan dengan tergesa-gesa untuk memenuhi kebutuhan pembentukan negara serikat/federasi.
Hasil Konferensi Meja Bundar melahirkan negara Republik Indonesia Serikat dan Konstitusi RIS berlaku sebagai hukum dasar
Konstitusi RIS mulai berlaku pada 27 Desember 1949–17 Agustus 1950. Pada masa ini bentuk negara Indonesia adalah negara serikat/federasi. Berdasarkan Konstitusi RIS sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem pemerintahan parlementer, yaitu kabinet bertanggung jawab kepada DPR sehingga DPR dapat membubarkan kabinet. Kekuasaan negara terbagi dalam enam lembaga negara, yaitu Presiden, menteri-menteri, senat, DPR, Mahkamah Agung Indonesia, dan Dewan Pengawas Keuangan.
Sejak terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat berdasarkan Konstitusi RIS, banyak rakyat Indonesia yang melakukan perlawanan dan menentang susunan negara federalistik yang memecah wilayah Indonesia menjadi beberapa negara bagian. Adanya banyak pertentangan tersebut menjadi salah satu penyebab runtuhnya Republik Indonesia Serikat dengan konstitusi RIS. Rakyat Indonesia menginginkan susunan negara yang unitaris/kesatuan.
Rakyat dari berbagai daerah yang memiliki kesamaan pemikiran menggabungkan diri dengan negara Republik Indonesia. Penggabungan daerah tersebut mengakibatkan negara Republik Indonesia Serikat terdiri atas negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur, dan negara Sumatra Timur.
Atas kejadian tersebut diadakan permusyawaratan yang menghasilkan kesepakatan untuk bersama-sama melaksanakan pemerintahan dalam negara kesatuan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah undang-undang dasar sementara untuk mengubah konstitusi RIS.
3. Masa Berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950
Negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena banyak tuntutan dari berbagai kalangan yang menginginkan Indonesia kembali dalam bentuk susunan negara kesatuan. Dilakukan musyawarah antara negara Republik Indonesia Serikat dan negara Republik Indonesia untuk bersama-sama melaksanakan negara kesatuan berdasarkan proklamasi 17 Agustus 1945. Pada 17 Agustus 1950 Indonesia resmi kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) sebagai konstitusinya. UUDS sebagai konstitusi Negara Indonesia berlaku dalam kurun waktu 17 Agustus 1950–5 Juli 1959. UUDS terdiri atas mukadimah dan batang tubuh. Mukadimah UUDS terdiri atas empat alinea dan batang tubuh UUDS terdiri atas 6 bab, 146 pasal, dan 1 pasal penutup. UUDS 1950 merupakan undang-undang dasar bersifat sementara untuk melengkapi pergantian struktur pemerintahan sebagai negara kesatuan. Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 134 UUDS 1950 bahwa konstituante (sidang pembuat undang-undang dasar) bersama-sama pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan undang-undang dasar sementara ini. Pada waktu UUDS 1950 berlaku penyelenggaraan pemerintahan negara menganut sistem pemerintahan parlementer. Berlakunya UUDS mengakibatkan bentuk negara Indonesia berubah dari negara serikat/federasi menjadi negara kesatuan. Alat-alat kelengkapan negara berdasarkan UUDS 1950 terdiri atas presiden dan wakil presiden, menteri, DPR. Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas Keuangan. Sistem pemerintahan parlementer pada masa berlakunya UUDS belum berjalan sebagaimana mestinya karena belum terbentuk DPR/badan konstituante. Konstituante terbentuk berdasarkan hasil pemilu tahun 1955. Tugas Konstituante adalah menyusun UUD Negara Republik Indonesia untuk menggantikan UUDS 1950.
Pada masa berlakunya UUDS 1950 pemerintahan Indonesia menjadi tidak stabil. Gejolak politik yang tidak stabil mengakibatkan sering terjadi perubahan kabinet. Pada periode ini kabinet silih berganti sehingga pembangunan tidak berjalan lancar. Pada periode 1950–1959 tercatat ada tujuh kali pergantian kabinet, yaitu Kabinet Natsir (1950–1951), Kabinet Sukiman Suwiryo (1951–1952), Kabinet Wilopo (1952–1953), Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953–1955), Kabinet Burhanuddin Harahap (1955–1956), Kabinet
Ali Sastroamidjojo II (1956–1957), dan Kabinet Djuanda (1957–1959). Sistem multipartai yang diterapkan berjalan tidak sehat. Banyak tarik ulur kepentingan partai politik. Pada akhirnya, Konstituante gagal menyusun UUD. Oleh karena itu, Ir. Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara menggantikan UUDS 1950.
4. Berlakunya Kembali UUD Tahun 1945
Dekret Presiden 5 Juli 1959 merupakan ketukan palu bagi berlakunya kembali UUD Tahun 1945.
Dalam Dekret Presiden tersebut memuat tiga hal sebagai berikut.
- Pembubaran Konstituante.
- Berlakunya kembali UUD Tahun 1945.
- Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara. Dengan dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959, negara Indonesia memiliki kekuatan hukum untuk menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia dari ancaman perpecahan. Sebagai tindak lanjut Dekret Presiden 5 Juli 1959 dibentuk beberapa lembaga negara, baik Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).
Setelah diumumkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 kembali diberlakukan sebagai undang-undang dasar negara Indonesia menggantikan UUDS 1950. Periode berlakunya kembali UUD 1945 setelah Dekret Presiden 5 Juli 1959 dikenal dengan periode atau masa demokrasi terpimpin. Sehari sesudah Dekret Presiden 5 Juli 1959, Perdana Menteri Djuanda mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno sehingga berakhirlah Kabinet Karya. Pada 10 Juli 1959 Presiden mengumumkan kabinet baru yang disebut Kabinet Kerja. Dalam perjalanannya, pelaksanaan UUD 1945 ini mengalami penyimpangan. Penyimpangan pelaksanaan UUD 1945 pada masa ini sebagai berikut.
- Presiden mengangkat ketua, wakil ketua, dan anggota MPRS.
- Presiden menjadi ketua DPA dan mengangkat wakil ketua DPA.
- Presiden membubarkan DPR.
- Sentralisasi kekuasaan.
- MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
Pada 11 Maret 1966 Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen M. Yusuf, dan Brigjen Amir Mahmud membawa surat perintah Presiden Soekarno yang ditujukan kepada Letjen Soeharto. Surat perintah ini kemudian lebih dikenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Isi Supersemar antara lain pemberian wewenang dari Soekarno kepada Soeharto untuk mengatasi persoalan keamanan dan ketertiban masyarakat pasca G 30 S/PKI. Proses peralihan kekuasaan tersebut menempatkan Jenderal Soeharto sebagai tokoh utama dan lahirlah masa Orde Baru. Orde Baru merupakan sebuah istilah yang digunakan sebagai pembeda antara periode kekuasaan Presiden Soekarno (Orde Lama) dan periode kekuasaan Presiden Soeharto. Orde Baru lahir sebagai upaya untuk hal-hal berikut.
- Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pemerintah Orde Lama.
- Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.
- Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
- Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
Pada masa Orde Baru UUD 1945 dijadikan konstitusi yang sangat “sakral” di antaranya melalui sejumlah peraturan berikut.
- Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.
- Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.
Masa pemerintahan Orde Baru juga tidak luput dari berbagai penyimpangan. Salah satu penyimpangan yang memicu reformasi adalah kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, beberapa pasal dalam UUD Tahun 1945 bermakna ganda sehingga diselewengkan oleh oknum tertentu. Berbagai penyimpangan tersebut mendorong masyarakat Indonesia mengajukan tuntutan reformasi. Salah tuntutan reformasi yaitu dilakukannya amendemen terhadap UUD 1945.
AMENDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Jika membuka UUD NRI Tahun 1945, kita akan menemukan beberapa naskah UUD NRI Tahun 1945 yang tersusun menjadi satu. Terdapat empat naskah dengan tahun penetapan berbeda. Mengapa demikian? Alasannya, UUD NRI Tahun 1945 telah mengalami amendemen dengan empat rangkaian. Perubahan UUD NRI Tahun 1945 dilakukan secara adendum, yaitu perubahan dengan tetap mempertahankan naskah asli. Jadi, tidak mengherankan jika dalam naskah tersebut masih dijumpai naskah-naskah sebelum amendemen. amendemen UUD NRI Tahun 1945 dilakukan dalam empat rangkaian yaitu pada 1999, 2000, 2001, dan 2002.
A. Pengertian Amendemen
Amendemen adalah istilah yang digunakan untuk melakukan perubahan terhadap undang-undang dasar. Istilah amendemen mulai ramai diperbincangkan pada saat reformasi. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh tuntutan rakyat kepada pemerintah untuk menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan nilai-nilai dasar negara Indonesia. UUD NRI Tahun 1945 sebelum diamendemen dirasa kurang mengakomodasi kepentingan rakyat. Oleh karena itu, rakyat melalui reformasi menuntut untuk mengamendemen UUD NRI Tahun 1945. Tuntutan tersebut terus bergulir, pada akhirnya tahun 1999 UUD NRI Tahun 1945 diamendemen. Lebih dari lima puluh persen pasal-pasal dalam batang tubuh diamendemen oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
B. Mekanisme Amendemen UUD 1945
MPR mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945 menggunakan sistem adendum. Dengan menggunakan sistem adendum, Undang-Undang Dasar 1945 hasil amendemen masih memuat beberapa pasal dari naskah asli. Mekanisme perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dapat dilihat dari pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amendemen. Sebagai bahan perbandingan dapat dilihat perbedaan isi pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 hasil amendemen. Walaupun perbedaan isi klausul pasal 37 tidak terlalu signifikan, cukup memberikan gambaran dengan jelas proses amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal 37 hasil amendemen proses amendemen lebih terperinci dibandingkan dengan pasal 37 sebelum amendemen.
Sebelum Perubahan
Pasal 37
(1) Untuk mengubah undang-undang dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
(2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir.
Sesudah Perubahan
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal undang-undang dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal undang-undang dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
C. Undang-Undang Dasar Negara Republi Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun1945) Pascaamendemen
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945(UUD NRI Tahun 1945) merupakan hukum dasar negara Indonesia. Hukum dasar negara mengandung pengertian bahwa UUD NRI 1945 merupakan ketentuan dasar bagi pelaksanaan sistem pengelolaan negara. Oleh karena itu, ketentuan dalam UUD NRI Tahun 1945 harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Indonesia merupakan negara hukum. Ketentuan tersebut terimplementasi dalam pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum tidak sekadar memiliki undang-undang dasar, tetapi yang terpenting adalah mampu mengimplementasikan materi undang-undang dasar dalam kehidupan sehari-hari. Rakyat dan pemerintah memiliki kewajiban moral menjalankan materi undang-undang dasar dalam berbagai aspek kehidupan antara lain pengelolaan pemerintahan dan lingkungan masyarakat. Isi muatan UUD NRI Tahun 1945 memberikan arahan kepada seluruh warga Negara
Indonesia untuk melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap pasal UUD NRI Tahun 1945 sesuai nilai-nilai Pancasila. Muatan UUD NRI Tahun 1945 yang harus diimplementasikan meliputi pelaksanaan pengelolaan pemerintahan negara yang baik, penegakan dan perlindungan hak asasi manusia, serta pelaksanaan sistem kedaulatan rakyat. Dalam UUD NRI Tahun 1945 juga memuat ketentuan yang mengatur tentang lembaga negara. Berikut struktur lembaga-lembaga negara dalam ketatanegaraan Indonesia pascaamendemen UUD NRI Tahun 1945.
Ketentuan dalam UUD NRI Tahun 1945 dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang antara lain bidang pemerintahan, kenegaraan, hak asasi manusia, dan kedaulatan rakyat. Berikut implementasi UUD NRI Tahun 1945 dalam kehidupan bermasyarakat, bebangsa, dan bernegara.
- Bidang pemerintahan, misalnya mengadakan rapat membahas masalah-masalah kenegaraan dengan cara musyawarah mufakat.
- Bidang penegakan hak asasi manusia, misalnya pemerintah memberikan hak kebebasan berserikat dan berkumpul untuk warga negara.
Pemerintah memiliki kewajiban menyelenggarakan sistem pemerintahan yang baik
Komentar
Posting Komentar