Landasan Hukum Pelaksanaan Peraturan Daerah (1965-2004)
Oleh Milawati
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar
1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.Pemberian otonomi luas
kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Namun, seiring dengan adanya perubahan
undang-undang mengenai pemerintahan daerah atau landasan hukum pelaksanaan
peraturan daerah maka kewenangan penyelenggaraan daerah juga berbeda dari
masing-masing perubahan tersebut.Dari semenjak kemerdekaan sampai dengan
sekarang sudah terjadi Sembilan kali perubahan perundang-undangan yang mengatur
tentang pemerintahan daerah. Namun, disini akan dibahas hanya empat (4)
undang-undang saja. Perubahan perundang-undangan tersebut terjadi karena adanya
berbagai perubahan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang disesuaikan
dengan perubahan zaman.
1.
Undang-Undang
No. 18 Tahun 1965
Perubahan UU tentang pemeritahan daerah
dari UU no. 1 tahun 1957 ke UU no. 18 tahun 1965 dilatarbelakangi karena
perkembangan ketatanegaraan setelah dekrit presiden republik Indonesia tanggal
5 juli tahun 1959 yang menyatakan kembali UUD 1945, maka undang-undang ini
disusun untuk melaksanakan pasal 18 UUD 1945 dengan berpedoman kepada manifesto
politik republik Indonesia sebagai garis garis besar haluan negara (GBHN) yang
dipidatokan presiden pada tanggal 17 agustus 1959 dan telah diperkuat oleh
ketetapan MPR sementara (MPRS) nomor 1/MPRS/1960 bersama dengan segala pedoman
pelaksanaannya.
Sesuai dengan ketetapan MPRS Nomor:
II/MPRS/1960 dan keputusan presiden Nomor: 514 tahun 1961, maka undang-undang
ini mecakup segala pokok-pokok
(unsur-unsur) yang progresif dari undang-undang No. 22 Tahun 1948,
undang-undang No. 1 Tahun 1957, penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 (disempurnakan), Penetapan
Presiden No. 2 tahun 1960 dan penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960
(disempurnakan) juncto penetapan Presiden No. 7 Tahun 1965 dengan maksud dan
tujuan berdasarkan gagasan demokrasi terpimpin dalam rangka negara kesatuan
Republik Indonesia.
Jadi undang-undang ini mengatur tentang
pokok-pokok pemerintahan daerah.
Dengan berlakunya undang-undang tentang
pokok-pokok pemerintahan daerah ini maka diharapkan akan dapat diakhiri
kesimpangsiuran dibidang hukum yang menjadi landasan bagi pembentukan dan
penyusunan pemerintahan daerah dan dapat diakhiri pula segala kelemahan
demokrasi liberal, sehingga akan terwujudlah pemerintahan daerah yang memenuhi
sifat-sifat dan syarat-syarat yang dikehendaki oleh ketetapan MPRS no. II/1960
yaitu stabil dan berkewibawaan yang mencerminkan kehendak rakyat, revolusioner
dan gotong royong, serta terjaminnya keutuhan negara RI.
UU no. 18 tahun 1965 ini, intinya
menetapkan bahwa dekonsentrasi dan desentralisasi berjalan dengan menjunjung
tinggi desentralisasi territorial, dan dualisme pemerintahan daerah dihapuskan.
Dan melauli undang-undang ini juga
wilayah Indonesia dibagi atas daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri (daerah otonom) dan tersusun dalam 3 tingkatan yaitu :
1. Provinsi
dan atau kota raya sebagai daerah tingkat I
2. Kabupaten
dan atau kota madya sebagai daerah tingkat II
3. Kecamatan
dan atau kota praja sebagai daerah tingkat III
2.
Undang-Undang
No. 5 Tahun 1974
Berangkat dari setelah terjadinya
peristiwa G30/SPKI pada dasarnya telah terjadi kevakuman dalam pengaturan
penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan dikeluarkannya UU no. 5 tahun 1974, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi
dan tugas pembantuan.
Dalam undang-undang ini diatur tentang
pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom dan pokok-pokok
penyelenggaraan pemerintah yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah.
Nah undang-undang ini merupakan koreksi
dan penyesuaian baru dari UU nomor 18 tahun 1965 sesuai dengan pergantian orde
lama ke orde baru. Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal orde baru, pada
masa berlakunya UU no 5 tahun 1974 ini pembangunan menjadi isu sentral
dibanding dengan politik. Pada penerapannya, terasa seolah-olah terjadi proses
depolitisasi atau rekayasa politik terhadap peran pemerintah daerah dan
menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional, dan
terciptalah pemerintahan yang terpusat sebagaimana yang tercermin dalam UU ini.
Selanjutnya, undang-undang ini lahir
sebagai pelaksanaan TAP MPR no.IV tahun 1973 dan juga dibawah rangka UUD 1945.
Sebagaimana diketahui sebelumnya pada
pasal 18 UUD 1945 yang berkenaan dengan pemerintah daerah, didalamnya terkandung
aspirasi politk yang pada hakikatnya ingin mendapatkan pemerintah daerah
sebagai bagian penting dari sistem negara kesatuan RI.
Nah, berbeda dengan UU
terdahulu/sebelumnya, UU no 5 tahun 1974 tidak menyebut secara eksplisit sistem
otonomi yang dianutnya, sedangkan kedua undang-undang terdahulu dimaksud
menyatakan diri menganut sistem otonomi riil.
Kemudian, dalam perkembangannya, setelah
undang-undang ini berjalan selama 18 tahun, pemerintah mulai mempertimbangkan
yang pada intinya menegaskan bahwa daerah tingkat II sudah seharusnya merupakan
daerah otonom sepenuhya. Namun demikian, pelaksanaan otonomi daerah belumlah
diterapkan secara serentak dan menyeluruh.Pemerintah masih memandang perlu
dilakukan uji coba terdahulu sebelum benar-benar daerah diberikan otonomi
sepenuhnya.
3.
Undang-Undang
No. 22 Tahun 1999
UU no. 22 tahun 1999 ini pada prinsipnya
mengatur penyelenggaraan peraturan daerah yang lebih mengutamakan asas
desentralisasi.
Lahirnya UU no. 22 thn 1999 yang disusul
dengan UU no. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah, adalah merupakan koreksi total atas UU no. 5 tahun 1974 dalam
upaya memberikan otonomi yang cukup luas kepada daerah sesuai dengan cita-cita
UUD 1945.
Adapun yang membedakan dengan UU sebelumnya
adalah bahwa otonomi diberikan kepada daerah tingkat II, yaitu kabupaten dan
kota yang dalam undang-undang No. 5 Tahun 1974 berkdudukan sebagai Kabupaten
Daerah tingkat II dan Kotamadya Daerah tingkat II. Dan juga mengenai konsep
otonomi daerah, menurut UU no. 5 thn 1947 tentang pokok-pokok pemerintahan
daerah, yaitu konsep otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab, sedangkan
UU no. 22 thn 1999 ini disamping mengkhendaki otonomi yang nyata dan bertanggung
jawab juga menghendaki suatu otonomi yang luas. Disamping itu, penyelenggaraan
otonomi daerah harus pula didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran
serta, musyawarah, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah.
Pemberian otonomi yang luas ini
disamping memang telah sesuai dengan jiwa pasal 18 UUD 1945, juga diharapkan
akan dapat mencegah timbulnya keinginan daerah yang menghendaki dibentuknya
negara federasi.
Selanjutnya, UU no. 22 tahun 1999 pada
pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada kabupaten dan
kota, sedangkan otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas, yang
meliputi kewenangan-kewenangan yang tidak atau belum dilaksanakan daerah otonom
kabupaten dan kota serta kebijaksanaan strategis regional.
Sistem otonomi yang dianut UU no. 22
tahun 1999 ini mendekati makna dan hakikat otonomi pada pasal 18 UUD 1945, yang
pesan konstitusional dari pasal 18 itu adalah bahwa penyelenggaraan
pemerintahan di daerah harus dilakukan berdasarkan asas desentralisasi dan
tidak mengatur mengenai pemerintahan wilayah yang merupakan manifestasi dari
asas dekonsentrasi.
Dilihat dari perkembangannya, UU no. 22
thn 1999 ini merombak struktur peraturan daerah yang berwatak sentralistik
menjadi desentralistik (demokratis), hal ini terlihat dari banyaknya urusan
yang dilimpahkan ke daerah, dan pusat hanya mengurus sisanya saja.selain itu,
DPRD diberi kewenangan yang luar biasa besarnya bahkan cenderung berlebihan.
Sementara itu, posisi kepala daerah tidak lagi dominan dan menjadi kepanjangan
tangan pemerintah pusat, karena eksistensinya sangat ditentukan oleh DPRD,
bukan pemerintah pusat.
4.
Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004
Karena dalam UU sebelumnya yaitu UU no.
22 tahun 1999 terdapat beberapa pasal yang kurang mendukung implementasi
otonomi daerah secara harmonis, maka dilakukan penyempurnaan dan revisi
terhadap UU tersebut yang dalam hal ini tertuang dalam UU no. 32 tahun
2004 tentang pemerintahan daerah.
Disamping karena adanya hal tersebut, perubahan atas undang-undang No. 22 tahun
1999 menjadi undang-undang No. 32 tahun 2004 dilakukan dengan memperhatikan
beberapa ketetapan MPR dan keputusan MPR. Seperti : ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas laporan pelaksanaan putusan MPR RI oleh Presiden,
DPA, DPR, BPK, dan MA pada sidang tahunan MPR tahun 2002, serta keputusan MPR
Nomor 5/MPR/2003 tentang penugasan kepada MPR-RI untuk menyampaikan saran atas laporan
pelaksanaan keputusan MPR-RI oleh Presiden, DPR, BPK dan MA pada sidang tahunan
MPR-RI tahun 2003.Nah, dalam UU ini dilengkapi dengan sistem pemilihan langsung
kepala daerah.
Selanjutnya, berdasarkan UU ini, dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintah menggunakan asas
desentralisasi, tugas pembantuan dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.sementara itu, dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah,
pemerintah daerah disini menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan, maksud
tugas pembantuan disini adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau
desa pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Pada UU no. 32 tahun 2004 ini, urusan
pemerintahan daerah dibagi menjadi urusan wajib dan urusan pilihan.Urusan wajib
adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan
dasar warga negara.Sedangkan urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada
di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah.
Dan juga, yang dimaksud dengan peraturan
daerah dalam UU ini adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah (pasal 1 angka 3).
Dimana pada pasal 24 ayat (2), dinyatakan bahwa : kepala daerah untuk provinsi
disebut gubernur, untuk kabupaten disebut Bupati dan untuk kota disebut
walikota.
Komentar
Posting Komentar