AMHTN-SI Nilai Putusan MK Soal Kampanye di Dunia Pendidikan Masih Perlu Dijuducial Review Kembali
Ditulis oleh Asosiasi Mahasiswa Hukum Tata Negara Seluruh Indonesia (AMHTN-SI)
AMHTN-SI Nilai Putusan MK Soal Kampanye di Dunia Pendidikan Masih Perlu Dijuducial Review Kembali
Asosiasi Mahasiswa Hukum Tata Negara (AMHTN-SI) menilai tindakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sejumlah kampus menantang Capres berdebat buntut putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 terlalu terburu-buru dan ambisius. Tindakan tersebut hanya dinilai sebagai bentuk kemunduran mahasiswa dalam mengkritisi politik kekinian.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum AMHTNSI, Syech Sultan Al-Habsyi, pasca diskusi yang digelar AMHTNSI bersama sejumlah komunitas dan organisasi mahasiswa, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (29/08/2023)
Hadir sebagai pemateri Viktor Santoso Tandiasa, Founder Advokat Konstitusi Narasumber Fitrah Bukhari, Ketua DPN Permahi Saiful Salim, dan Mohamad Haikal Febrian Syah selaku Ketua BEM KEMA Universitas Padjadjaran.
"Kita melihat para teman-teman BEM ini terlalu bereforia dan terburu-buru menyikapi putusan MK. Padahal ada sejumlah hal yang masih perlu dikritisi dari putusan ini," kata Sultan.
Sultan menyebut dua hal yang perlu dikawal mahasiswa terkait putusan ini.
Pertama, bahwa putusan MK soal kebolehan kampanye di dunia pendidikan masih berupa ketentuan umum-formal yang tidak bisa langsung dieksekusi. Putusan ini masih memerlukan pengaturan turunan terkait teknis pelaksanaan.
Menurut Sultan, putusan ini masih menyisakan sejumlah pertanyaan, misalnya terkait kualifikasi jenjang pendidikan sebagai tempat kampanye? Siapa pihak yang berwenang untuk meminta izin kepada pihak penanggungjawab di lingkungan kampus? Hingga bagaimana konsep pelaksanaan kampanye di lapangan, apakah berupa debat terbuka atau kuliah umum saja?
"Meskipun putusan MK bersifat final and binding, tapi putusan ini tidak ujuk-ujuk langsung dapat di eksekusi. Masih perlu pengaturan turunan melalui PKPU agar kedatangan Capres tidak hanya gimik politik semata," papar Sultan.
Kedua, kampanye di dunia pendidikan (kampus) menyisakan problema bagi warga kampus. Selain adanya kekhawatiran polarisasi yang terjadi di lingkungan kampus, mendatangkan capres ke kampus juga dapat menjadi momemtum politisasi pihak tertentu. Banyak warga kampus, termasuk dosen dam pimpinan kampus, sudah terafiliasi dengan sejumlah parpol.
Kalo mahasiswa memiliki iktikad baik membentuk demokrasi yang baik dengan politik gagasan dari para capres, Sultan menilai perdebatan itu lebih baik digelar di luar kampus di mana penggerak dan objeknya adalah mahasiswa itu sendiri.
Karena alasan itu, Sultan menyayangkan sikap sejumlah BEM yang terlalu terburu-buru. Seharusnya mahasiswa bisa melakukan judicial review kembali adanya pasal baru yang telah membolehkan adanya kampanye di dunia pendidikan.
AMHTN-SI, kata Sultan, dalam waktu dekat juga telah mempersiapkan sejumlah hal untuk melakukan melakukan judicial review kembali. "Iya kita akan JR kembali ke MK terkait pasal baru ini," katanya.
Komentar
Posting Komentar